Kay terdiam sejenak, merenung pada keputusasaan yang menyelimutinya. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk mengungkapkan keretakan hatinya. Kay saat ini sedang berada di rooftop rumahnya, tempat biasa ia menenangkan diri. Karena kesunyian adalah situasi yang paling ia sukai, ia dapat dengan tenang meluapkan rasa sakitnya melalui air mata, tanpa perlu khawatir bahwa orang lain akan ikut merasakan sakitnya. Kebiasaannya menyimpan semua dukanya sendiri membuatnya enggan menunjukkan kerapuhannya pada siapa pun, sehingga orang lain sulit melihat seberapa dalam luka yang dimiliki wanita cantik itu.
"Bolehkah jika aku menampakkan keretakan
hati yang menyakitiku saat ini? Aku
telah merasa sehancur ini melihat orang yang kucintai bahagia, tetapi bukan aku
sumbernya. Aku ingin merasa tidak tahu diri untuk tetap mengejarnya, meskipun
aku sudah tahu bahwa dia telah melarikan diri jauh dan menciptakan jarak di
antara kita, tapi tidak masalah. Aku relakan energiku dan langkah terseokku
demi meraihnya."
Tanpa disadari oleh Kay, di belakangnya berdiri seorang
perempuan. Ia secara tidak sengaja mendengar semua keluhan Kay yang sejak tadi
telah diungkapkan. Perempuan itu sangat khawatir, karena Kay adalah perempuan
yang sangat jarang untuk menampilkan lukanya kepada orang lain, hingga orang
lain tidak mampu melihat separah apa luka milik Kay, ia
begitu apik menutupi sayatan luka yang mungkin darahnya sudah tercecer
kemana-mana. Kay sudah tidak mampu membersihkan semua ceceran darah itu, ia
hanya butuh kapas yang bersedia menutup luka untuk menghentikan deras darahnya
tanpa obat sekalipun. Karena ia tahu semua lukanya akan sulit dengan obat,
cukuplah dihentikan agar ia tidak semakin tersiksa dengan sakitnya.
“Lo kenapa Kay, Bara lagi? abis jalan lo sama
dia? Ngomong apa aja dia sama lo?” tanya Sam sedikit kesal.
“Capek ya Sam, ketika gua harus menutupi semua rasa sakit gua
untuk bisa menjadi pendengar yang baik buat Bara dengan dia menceritakan semua
kebahagiaannya dengan pacarnya itu”
“Kenapa sih lu harus melakukan hal konyol, kenapa masih
bertahan. Mau lo apa si Kay? Lo mau kaya gimana?
“Gua gak tau Sam. Mungkin kalo
emang hati gua gak sesanggup itu buat lupain Bara, gua bakal nikmati rasa suka
sekaligus sakitnya nanti tanpa perlu memperdulikan waktu sejauh apa gua bertahan dengan
perasaan ini."
“Masih perasaan lo sampe saat ini ke Bara? Sadar ga
setiap lo abis keluar bareng Bara, lo selalu pulang dengan keadaan nangis. Kapan sembuhnya kalau lo selalu ketemu dia, masih
respons apa pun tentang dia. Lo sama dia sakit terus Kay, gua gak bisa liat lo
terus-terusan kaya gini”
"Ga Sam, dari dulu dia gak pernah berbuat hal yang bikin gua sakit. Semua sakit yang gua rasain selama ini itu bersumber dari gua sendiri kok. Sampai kapan pun, apa pun yang dia lakukan selama ini ke gua, itu di luar kendali dan niat dia. Dan gak ada hak gua ataupun lo untuk nyalahin Bara. Dia gak jahat, gua yang lancang. Dia gak nyakitin gua, gua yang buat luka itu sendiri."
Mendengar ucapan Kay, Sam segera memeluknya dengan erat. Sam sepenuhnya menyadari bahwa sebanyak apa pun kata-kata yang diucapkan oleh Sam mungkin tidak akan mengubah apa pun. Karena yang bisa menyadari dan mengubahnya hanyalah diri Kay sendiri.
Ternyata mencintai Bara adalah luka yang sakitnya gak pernah aku kira. Aku terlalu berani menaruh rasa pada orang yang hatinya sudah penuh dengan nama orang lain, berlagak kuat untuk bisa meluluhkan hati laki-laki itu tanpa pedulikan sakit hatiku sendiri seperti apa. Jelas aku tau mencintainya itu sakit, tapi menghilangkan rasa besarku padanya secara paksa itu jauh lebih sakit.
Komentar
Posting Komentar