Langsung ke konten utama

Refleksi Dewasa dalam Dunia yang Terlalu Cepat

Haiiii, Orang Dewasa...

How's your day? 

Bagaimana harimu saat ini? apa sudah merasa senang karena sekarang tidak lagi ada yang mengomel jika kamu nggak tidur siang? atau malah pengen hal itu diulang kembali karena sekarang, di usia yang bukan lagi anak-anak, tidur siang terasa seperti hadiah berharga, bukan?

Dulu, sewaktu kamu kecil beranggapan bahwa dunia orang dewasa selalu tampak menyenangkan ya, bebas dari segala larangan. Kamu yang belum tahu banyak, sering berharap bisa cepat tumbuh dewasa, membayangkan kebebasan untuk melakukan apa pun yang kita inginkan. Namun, kini bagaimana? dunia orang dewasa ternyata terlalu menakutkan bagi kamu yang masih sering merasa seperti anak-anak.

Tubuh ringkihmu sangat jarang mendapat pelukan bahkan hampir tidak pernah, dan sekarang rasanya sudah tidak bisa lagi mengadu pada mama, karena rumah pun bertumpu pada kamu. Beban dunia orang dewasa terasa semakin berat, seakan semua harapan dan kekuatan keluarga terletak di pundak kamu. 

Hai manusia keren!!

Bagaimana diri kamu sekarang?

Apa kamu masih sering menangis? atau sekarang justru menangis menjadi hal yang sulit dilakukan? Dulu, saat kecil, kamu bisa bebas menangis hanya karena nggak dibelikan isi binder. Bagaimana  sekarang? apa kamu menangis karena tuntutan pekerjaan? kondisi keuangan? atau tanggung jawab keluarga? Air mata orang dewasa sering kali lebih tersembunyi dan kompleks. Tidak lagi karena hal-hal kecil seperti dulu, tetapi karena beban hidup yang semakin berat.

Apa sekarang kamu merasa senang bisa makan chiki dan es krim tanpa ada yang melarang, meski mereka dulu takut kamu terkena flu dan batuk? Rasanya seperti kebebasan yang dulu diidam-idamkan, tapi sekarang, tanpa adanya perhatian dan larangan, kebahagiaan itu terasa berbeda.

Ketika remaja, saat pulang cepat dari sekolah, kamu selalu menyempatkan diri untuk singgah ke rumah teman, masih lengkap dengan seragam yang lusuh, berkumpul, makan seblak atau ceker mercon bersama, sambil berkaraoke atau menonton film horor. Semua itu sangat menyenangkan bagi dirimu yang hari-harinya dipenuhi kegiatan monoton. Namun sekarang, kamu harus menelan kekecewaan karena tidak lagi punya waktu untuk bersantai. Waktu terus mengejarmu, memaksamu untuk terus berlari tanpa henti.

Saat pergi ke mall bersama teman-teman, kamu melintasi toko kosmetik dan merasa ingin membeli produk kecantikan seperti lipstik, blush-on, dan eyeliner, semua yang dulu sangat kamu inginkan tetapi sangat sulit untuk kamu dapatkan. Sekarang?, meski kamu bisa membeli semuanya sendiri dengan hasil kerja kerasmu, rasanya tidak seexcited dulu, karena tidak ada teman yang bisa kamu ajak berbagi pendapat tentang shade yang cocok untukmu.

Dunia yang sering dianggap bukan tempat untuk anak-anak ini memang terasa menakutkan, hingga kamu sering berharap bisa kembali menjadi anak-anak, setidaknya untuk sehari lagi. Sekarang kehidupanmu dipenuhi rasa kebingungan. 

Tidak ada sandaran, seperti kehilangan peran dalam hal apa pun. Padahal perahu kecil saja memiliki sandaran di dermaga, masa kamu tidak? Haha, tenang, masih ada bantal, selimut, lampu tidur, hiasan dinding, dan dinding kamar. Mereka adalah benda-benda tanpa nyawa yang diam-diam menguping seluruh keluh kesah dan air matamu. Kucing yang dirawat seperti anak sendiri mungkin tidak hanya bisa mendengar, tetapi juga ingin turut berkomentar dan mengusap pipi yang dibanjiri air mata. Namun, hanya bisa mengeluarkan suara "meow meow meow." Tidak paham, tetapi tetap berterima kasih.  

Ketika ditanya tentang mencari pacar, selalu ada alasan bahwa figur idola yang hanya bisa disaksikan lewat konser dan sosial media sudah cukup.

Entah mengapa semesta berotasi terlalu cepat. Seperti baru kemarin kamu menjadi anak-anak yang masih bermain petak umpet di lapangan, tanpa sadar kini sudah berkutik dengan pekerjaan. Terlalu banyak air mata, terlalu banyak keringat yang diseka, dan terlalu banyak doa yang dipanjatkan hingga kamu lupa telah melampaui hampir seperempat abad hanya untuk berjuang hidup. Dengan waktu yang berlalu, apakah kamu sudah benar-benar bahagia, atau sekadar berpura-pura merasa bahagia agar tetap hidup seperti manusia normal lainnya? 

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum ada jawabanya. Dunia yang lebih luas ini sering membuat kamu tidak mengerti. Mengapa orang-orang dewasa selalu terlihat murung? Apa kamupun seperti itu?. Kaki-kaki mereka yang panjang melangkah begitu tergesa-gesa. Aku tau kamu lelah harus selalu menyeimbangkan langkah kamu dengan mereka. Walaupun kini kaki kamu juga sudah tumbuh lebih panjang, tapi rasanya kamu masih ingin melangkah yang lebih santai. ya kan?

Sudahi dulu kerjanya, anggap hari ini adalah hari spesial untukmu. Meskipun kamu sudah bukan anak-anak lagi, kamu pernah menjadi anak-anak. Rayakan harimu dengan pergi bersama teman-temanmu. Jika tidak ada, pergi sendirian untuk membeli mainan, menikmati kopi, es krim atau setidaknya tidur siang. Lakukanlah apa pun yang bisa membuatmu dan jiwa anak-anak dalam dirimu merasa bahagia.

Semoga kebahagiaan itu senantiasa menyertaimu sepanjang perjalanan tumbuh dewasa, semangat!💓

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku gamau jadi seperti ibu!"

Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nala. “Apa ini, Nala? Kamu merokok? ” suara Ayah menggelegar, penuh amarah yang tak terbendung. Nala terdiam, mencoba menahan perih yang menjalar di pipinya. Dengan suara lirih, ia berbisik, “Ayah… Ayah kan bisa bertanya dulu tanpa harus menggunakan kekerasan?” Namun, kata-katanya hanya menambah bara di hati Ayah. “Kamu itu, Nala, nggak bisa diberi tahu dengan cara baik-baik! Sekarang jawab Ayah, ini rokok milik siapa?” Nala menatap Ayah dengan mata yang mulai basah, rasa sakit di dadanya jauh lebih besar daripada di wajahnya. Dengan suara bergetar, ia menjawab, “Kalaupun Nala bilang itu milik teman Nala, Ayah pasti tetap tidak akan percaya. Tamparan Ayah tadi sudah cukup menjelaskan segalanya, kan? Jadi, apa lagi yang harus Nala katakan?” Air mata mengalir perlahan di pipi Nala, membawa semua luka yang selama ini ia simpan dalam hati. “Sudah, Yah. Biar Ibu saja yang bicara dengan Nala,” ujar Ibu, mencoba meredakan ketegangan. Ayah mendengu...

"Rooftop Confessions: Meredam Keretakan Hati di Balik Ketenangan".

Kay terdiam sejenak, merenung pada keputusasaan yang menyelimutinya. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk mengungkapkan keretakan hatinya. Kay saat ini sedang berada di rooftop rumahnya, tempat biasa ia menenangkan diri. Karena kesunyian adalah situasi yang paling ia sukai, ia dapat dengan tenang meluapkan rasa sakitnya melalui air mata, tanpa perlu khawatir bahwa orang lain akan ikut merasakan sakitnya. Kebiasaannya menyimpan semua dukanya sendiri membuatnya enggan menunjukkan kerapuhannya pada siapa pun, sehingga orang lain sulit melihat seberapa dalam luka yang dimiliki wanita cantik itu. "Bolehkah jika aku menampakkan keretakan hati yang menyakitiku saat ini?  Aku telah merasa sehancur ini melihat orang yang kucintai bahagia, tetapi bukan aku sumbernya. Aku ingin merasa tidak tahu diri untuk tetap mengejarnya, meskipun aku sudah tahu bahwa dia telah melarikan diri jauh dan menciptakan jarak di antara kita, tapi tidak masalah. Aku relakan energi...