Langsung ke konten utama

Learn, Forgive, Grow

Hidup tidak selalu bisa kita kendalikan. Jika sesuatu memang harus terjadi, biarkan mengalir sebagaimana mestinya. Jangan merasa bodoh hanya karena orang lain tidak memahami perjuangan kamu. Selama sudah berusaha itu sudah cukup.

Kalau dunia ini sedang kacau, biarkan saja terjadi.

Kalau rencanamu tidak berjalan sesuai harapan let it happen.

Without asking why you’re stupid saat kamu sudah berusaha sebaik mungkin.

 It’s oke jika dunia meremehkan kamu, bahkan saat kamu berjuang habis-habisan. Karena pada dasarnya, akan selalu ada orang yang bilang “kamu tidak baik”. Meski menurut mereka usahamu kurang, kamu tau sendiri kan? Itu tetap sebuah pencapaian besar. Jangan hancurkan mental mu dengan memaksakan sesuatu yang seharusnya terjadi dengan sendirinya.

Mereka yang tidak menyukai kamu akan selalu menganggap kamu buruk. Sudahlah, cukup.

Saat kamu akhirnya menyadari bahwa…“kamu sudah menjadi orang baik, kok”. Usahamu sudah setara dengan mereka yang lebih tinggi posisinya. Jadi, sudah cukup kan?

Namun, don’t be a bad person

Setiap orang memiliki perjuangannya sendiri, bukan hanya kamu. Maka, jangan pernah sengaja menjatuhkan semangat orang lain, karena bisa jadi itu adalah satu-satunya harapan yang masih tersisa dalam dirinya. Jangan sampai alasan dia menyerah, karena kamu.

Walaupun hidup adalah perjalanan belajar tanpa akhir. Terkadang kita menyakiti, terkadang kita disakiti. Setiap orang pernah tersesat dalam mengambil keputusan, pernah salah menilai atau gagal memahami sudut pandang orang lain. Namun, hidup bukan tentang menjadi sempurna, melainkan tentang terus belajar, menerima dan tumbuh.

Tetaplah menjadi manusia yang rendah hati, jadilah pribadi yang pemaaf, dan jangan pernah berhenti memperbaiki diri. Sebab, hidup bukan tentang sempurna, melainkan tentang belajar untuk terus melangkah dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku gamau jadi seperti ibu!"

Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nala. “Apa ini, Nala? Kamu merokok? ” suara Ayah menggelegar, penuh amarah yang tak terbendung. Nala terdiam, mencoba menahan perih yang menjalar di pipinya. Dengan suara lirih, ia berbisik, “Ayah… Ayah kan bisa bertanya dulu tanpa harus menggunakan kekerasan?” Namun, kata-katanya hanya menambah bara di hati Ayah. “Kamu itu, Nala, nggak bisa diberi tahu dengan cara baik-baik! Sekarang jawab Ayah, ini rokok milik siapa?” Nala menatap Ayah dengan mata yang mulai basah, rasa sakit di dadanya jauh lebih besar daripada di wajahnya. Dengan suara bergetar, ia menjawab, “Kalaupun Nala bilang itu milik teman Nala, Ayah pasti tetap tidak akan percaya. Tamparan Ayah tadi sudah cukup menjelaskan segalanya, kan? Jadi, apa lagi yang harus Nala katakan?” Air mata mengalir perlahan di pipi Nala, membawa semua luka yang selama ini ia simpan dalam hati. “Sudah, Yah. Biar Ibu saja yang bicara dengan Nala,” ujar Ibu, mencoba meredakan ketegangan. Ayah mendengu...

Refleksi Dewasa dalam Dunia yang Terlalu Cepat

Haiiii, Orang Dewasa... How's your day?  Bagaimana harimu saat ini? apa sudah merasa senang karena sekarang tidak lagi ada yang mengomel jika kamu nggak tidur siang? atau malah pengen hal itu diulang kembali karena sekarang, di usia yang bukan lagi anak-anak, tidur siang terasa seperti hadiah berharga, bukan? Dulu, sewaktu kamu kecil beranggapan bahwa dunia orang dewasa selalu tampak menyenangkan ya, bebas dari segala larangan. Kamu yang belum tahu banyak, sering berharap bisa cepat tumbuh dewasa, membayangkan kebebasan untuk melakukan apa pun yang kita inginkan. Namun, kini bagaimana? dunia orang dewasa ternyata terlalu menakutkan bagi kamu yang masih sering merasa seperti anak-anak. Tubuh ringkihmu sangat jarang mendapat pelukan bahkan hampir tidak pernah, dan sekarang rasanya sudah tidak bisa lagi mengadu pada mama, karena rumah pun bertumpu pada kamu. Beban dunia orang dewasa terasa semakin berat, seakan semua harapan dan kekuatan keluarga terletak di pundak kamu.  Hai man...

"Rooftop Confessions: Meredam Keretakan Hati di Balik Ketenangan".

Kay terdiam sejenak, merenung pada keputusasaan yang menyelimutinya. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk mengungkapkan keretakan hatinya. Kay saat ini sedang berada di rooftop rumahnya, tempat biasa ia menenangkan diri. Karena kesunyian adalah situasi yang paling ia sukai, ia dapat dengan tenang meluapkan rasa sakitnya melalui air mata, tanpa perlu khawatir bahwa orang lain akan ikut merasakan sakitnya. Kebiasaannya menyimpan semua dukanya sendiri membuatnya enggan menunjukkan kerapuhannya pada siapa pun, sehingga orang lain sulit melihat seberapa dalam luka yang dimiliki wanita cantik itu. "Bolehkah jika aku menampakkan keretakan hati yang menyakitiku saat ini?  Aku telah merasa sehancur ini melihat orang yang kucintai bahagia, tetapi bukan aku sumbernya. Aku ingin merasa tidak tahu diri untuk tetap mengejarnya, meskipun aku sudah tahu bahwa dia telah melarikan diri jauh dan menciptakan jarak di antara kita, tapi tidak masalah. Aku relakan energi...